Program PARE (Population-Activities-Resources-Environtments) adalah program yang dibentuk oleh Universitas Hokkaido dengan universitas mitra di Indonesia dan Thailand, yaitu UGM, ITB, IPB, Kasetsart University, Chulalongkorn University, Mahidol University, dan SSIT Thammasat University. Program ini bertujuan untuk membina mahasiswa untuk aktif berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan permasalahan lingkungan. Program ini juga mewadahi mahasiswa untuk dapat berkomunikasi dengan mahasiswa dari berbagai negara dan budaya yang berbeda.

PARE Spring School 2024, ITB berkesempatan menjadi tuan rumah pelaksanaan dan Kampus ITB Jatinangor, Sumedang menjadi pusat dari kegiatan yang dimulai tanggal 16 Februari hingga 26 Februari. Pada hari pertama diadakan kegiatan pertukaran budaya melukis batik yang disambut antusias oleh para peserta khususnya dosen dan mahasiswa luar negeri. Selain itu, ukm tari daerah ITB memberikan pertunjukan tari Likok Pulo dari Aceh dan mengajarkan dasarnya kepada para partisipan PARE hingga dapat mempersembahkan tari Likok Pulo secara berkelompok.

Dosen dan mahasiswa terlibat aktif dan antusias pada pertukaran budaya melukis batik

Dosen dan mahasiswa Jepang memamerkan karya batiknya UKM tari daerah ITB memepersembahkan tari Likok Pulo
Latihan tari Likok Pulo Pertunjukan langsung setelah 30 menit latihan

 

Setelah melakukan berbagai pertukaran budaya yang menyenangkan, para partisipan langsung melanjutkan kegiatan presentasi tentang keadaan dan permasalahann sungai di berbagai negara asal mereka. Dimulai dari Sungai Gangga di India, Sungai Brantas, Bengawan Solo, Code, Sungai Mekong di Thailand hingga Sungai Sumida dan Usyubetsu di Jepang. Para Dosen juga memberikan saran dan masukan untuk memperbaiki dan mengembangkan presentasi selanjutnya. Kegiatan hari pertama ditutup dengan foto bersama.

 

Mahasiswa Jepang menjelaskan tentang keadaan Sungai Sumida Prof. Dr. Sandhaya Babel memberikan saran dan masukan untuk meningkatkan presentasi para peserta
Foto bersama seluruh dosen dan mahasiswa partisipan PARE

 

Hari kedua diadakan kuliah mengenai Integrated Water Resource Management oleh Prof. Arno Ardi Kuntoro dari ITB, Sustainability Concept and Sustainable Development Goals oleh Prof. Sandhya Babel dari Thammasat University, dan How to Report and Present oleh Prof. John Bower dari Hokkaido University. Hari ketiga diadakan kuliah mengenai Stromwater Storage Management oleh Prof. Arief Sudrajat dari ITB, Sustainable Forest Management oleh Dr. Elham Sumargu dari ITB, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai kerja lapangan yang akan dilakukan esok hari, yaitu analisis sampel air dan latihan cara penggunaan alat.

 

Pelatihan penggunaan alat dan sensor untuk analisis sampel air

 

Hari keempat dilakukan field trip ke Bendungan Jatigede menggunakan mobil travel. Pusat Pengelola Bendungan Jatigede BBWS Cimanuk Cisanggarung menyambut ramah rombongan PARE dan menjelaskan bagaimana cara kerja bendungan sambil berkeliling area pengendalian bendungan. Dilakukan juga pengambilan sampel down stream Sungai Cimanuk di beberapa titik.

 

Partisipan di Pusat Pengelola Bendungan Jatigede BBWS Cimanuk Cisanggarung Pengambilan sampel dari atas jembatan hanya menggunakan tali dan ember

 

Hari kelima, PARE diadakan kuliah di kampus ITB Ganesha Bandung. Prof. Ari Darmawan Pasek dari ITB menjelaskan tentang Renewable Energy, Prof. Budi Indra Setiawan dari IPB menjelaskan tentang Agricultural Factors in Water Management, dan Prof. Riantini Vitriana dari ITB menjelaskan tentang Geographical Information System and Spatial Analysis. Hari keenam kegiatan PARE kembali diadakan di kampus ITB Jatinangor dengan materi Geological Factors in Water Management oleh Prof. Heru Hendrayana dari UGM. Setelah itu, partisipan segera berangkat untuk Fieldtrip ke Pembangkit Listrik Geothermal Kamojang, Garut. Pada perjalanan untuk camping di Kampung Wisata Ciherang terjadi macet parah yang diakibatkan oleh tornado di Rancaekek sehingga partisipan PARE baru tiba di area perkemahan pada malam hari.

 

Foto bersama di Kampus Ganesha ITB Kelas Geological Factors in Water Management
Partisipan antusias memperhatikan display Dosen menjelaskan cara kerja pembangkit listrik geothermal kepada partisipan Jepang
Suasana perkemahan tepat setelah partisipan tiba

 

Perkemahan diisi dengan berbagai macam permainan dan obrolan sehingga tidak terasa pagi tiba dan harus menlanjutkan perjalanan lagi untuk melakukan sampling dan reforestasi di Gunung Geulis. Pada hari kedelapan dilakukan perjalanan ke Kampung Naga yang terletak di Tasikmalaya. Sebuah perkampungan tradisional seluas 1,5 hektar yang hanya terdiri 102 rumah tradisional dimana masyarakat hidup dan masih mengikuti kebudayaan leluhur secara menyeluruh tanpa menggunakan listrik. Setalah itu, dilakukan pengambilan sampel midstream Sungai Cimanuk.

 

Perjalanan pulang dan mengambil sampling upstream Sungai Cimanuk
Reforestasi di Gunung Geulis Mengunjungi Kampung Naga

                                                                                                                                                     

Setelah melakukan berbagai kegiatan, pada hari kesembilan dikhususkan menjadi hari persiapan untuk presentasi terakhir dengan berbagai tema yang sudah ditentukan. Lab komputer menjadi pusat persiapan, dari mengolah dan menganalisa data dari sampling, mencari materi yang diperlukan, menyusun slide, hingga melakukan gladi resik. 

 

Presentasi terakhir Foto perpisahan dengan seluruh dosen dan partisipan

 

Rakhma Amalia Nurdina sebagai salah satu partisipan mengatakan banyak sekali ilmu dan wawasan yang didapat, khususnya tentang “air” dalam konsep sustainabilitas yang ternyata mempengaruhi dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti urbanisasi, agrikultur, geologi, renewable energy dan sebagainya. Dosen yang memberikan materi sangat expert di bidang masing-masing dan berasal dari berbagai negara jadi bisa melihat dari banyak perspektif. Selain itu juga kegiatan lapangannya sangat berkesan walaupun sangat melelahkan juga. “Kita langsung dilibatkan untuk water sampling dan uji kualitas air, jadi pasti skill kita juga bertambah. Pemilihan lokasi field trip juga sangat bagus. Bisa bertemu, berinteraksi dan bekerja sama dengan teman-teman dari mancanegara juga menjadi hal yang sangat disyukuri. Selain untuk mengasah kemampuan berbahasa inggris, juga bisa belajar culture dari masing-masing negara, sehingga bisa lebih membuka pandangan dalam banyak hal,” kata Rakhma, demikian ia akrab disapa, Senin (11/3).